14 November 2007

PENCEGAHAN DAN PENANGULANGAN KEBAKARAN GAMBUT BERBASISKAN MASYARAKAT LOKAL*

Pengendalian kebakaran hutan (Saharjo et al., 1999) merupakan semua aktivitas untuk melindungi hutan dari kebakaran liar dan penggunaan api untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan hutan.

Pengendalian kebakaran hutan mencakup tiga komponen kegiatan yaitu:

  1. Mencegah terjadinya kebakaran hutan
  2. Memadamkan kebakaran hutan dengan segera sewaktu api masih kecil
  3. Penggunaan api hanya untuk tujuan – tujuan tertentu dalam skala terbatas

Lebih lanjut, Saharjo et al.(1999) mengatakan bahwa agar pengendalian kebakaran hutan dapat berhasil dengan baik maka sebelum dilaksanakan perlu disusun suatu rencana pengendalian yang menyeluruh.Rencana ini akan menjadi dasar di dalam hutan dan di daerah sekitarnya.Rencana pengendalian kebakaran hutan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rencana pengelolaan (manajemen) hutan.

Fakta dari beberapa kejadian kebakaran di Indonesia menunjukan bahwa manajemen kebakaran di Indonesia lebih difokuskan pada aspek pemadaman daripada aspek pencegahan, hal demikian tersirat dari : (a) sebagian besar instansi pemerintah hanya akan bertindak apabila telah terjadi kebakaran sehingga akan menghasilkan proyek yang membutuhkan dana besar dibanding program- program pencegahan; (b) didalam program – program jangka pendek dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan lebih ditekankan pada aspek pemadaman; dan (c) rendahnya komitmen dan keinginan untuk mengalokasikan dana, staf, teknologi, peralatan, dan sebagainya dalam upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Pencegahan

Manajemen kebakaran berbasiskan masyarakat akan lebih baik diarahkan untuk kegiatan pencegahan daripada usaha pemadaman kebakaran.Pencegahan meliputi pekerjaan/kegiatan-kegiatan yang bertujuan agar tidak terjadi kebakaran.

Pencegahan kebakaran hutan merupakan salah satu komponen pengendalian kebakaran hutan yang mencakup semua cara untuk mengurangi atau meminimumkan jumlah kejadian kebakaran liar.Pencegahan kebakaran hutan bukan bertujuan untuk menghilangkan semua kejadian kebakaran liar.Menghilangkan semua kejadian kebakaran hutan merupakan suatu hal yang sangat sulit dan tidak mungkin dilakukan.Banyak kejadian kebakaran yang sumber apinya tidak diketahui atau berasal dari sumber yang berada diluar jangkauan kemampuan pengendalian suatu organisasi pengendalian kebakaran hutan.

Pencegahan kebakaran hutan dapat dipandang sebagai kegiatan yang yak terpisahkan dari pengendalian kebakaran, namun keberhasilannya hendaknya dievaluasi dalam konteks keberhasilan atau kegagalan pengendalian kebakaran secara keseluruhan.Pencegahan dan pemadaman merupakan kegiatan yang komplementer bukan kegiatan substitusi. Masing-masing kegiatan tidak ada yang lengkap dan sempurna, keduanya harus dijembatani oleh kegiatan manajemen bahan bakar dan pra pemadaman.

Pencegahan kebakaran hutan merupakan kegiatan awal yang paling penting dalam pengendalian kebakaran dan merupakan pekerjaan yang harus dilakukan secara terus menerus.Pencegahan kebakaran merupakan cara yang lebih ekonomis untuk mengurangi kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran, tanpa harus menggunakan peralatan yang mahal.

Sebuah konsep sederhana untuk mencegah terjadinya proses pembakaran adalah dengan cara meghilangkan / meniadakan salah satu dari komponen segitiga api tersebut. Hal yang dpat dilakukan yaitu menghilangkan atau mengurangi sumber panas (api) dan menghilangkan atau mengurangi akumulasi bahan bakar. Pencegahan kebakaran hutan dan lahan merupakan usaha mencegah atau mengurangi api dari luar masuk keareal hutan atau lahan, mencegah Pengeringan kawasan Gambut yang mengakibatkan mudah terbakar, serta membatasi penyebaran api apabila terjadi kebakaran. Adapun strategi yang dapat dijadikan acuan dalam usaha pencegahan terjadinya kebakaran meliputi pendekatan system informasi kebakaran, pendekatan sosial ekonomi masyarakat, dan pendekatan pengelolaan hutan dan lahan. Semua pendekatan dapat dilakukan dengan berbasiskan Masyarakat.

Pendekatan Sistem Informasi Kebakaran

Sistem informasi tentang kemungkinan peluang terjadinya suatu kebakaran yang didistribusikan dengan baik ke para stakeholder terkait hingga di tingkat lapangan merupakan salah satu komponen keberhasilan tindakan pencegahan kebakaran. Secara konvensional system informasi ini dilakukan dengan pemantauan peta dan kompas serta penggunaan kentongan didesa- desa sebagai alat untuk menginformasikan kepada warga masyarakat tentang kemungkinan terjadinya kebakaran. Saat ini, dengan bantuan teknologi modern (computer, alat komunikasi, internet,Penginderaan jauh (system informasi geografis)) dapat dikembangkan system informasi kebakaran berdasarkan factor – factor yang mempengaruhi terjadinya kebakaran seperti kondisi bahan bakar, kondisi klimatologi dan perilaku kebakaran. Sistem informasi ini bisa juga dikembangkan di bentuknya Masyarakat Perduli API atau Regu Kebakaran Hutan Di tingkat masyarakat Desa. Masyarakat Lokal yang berdasis di desa-desa merupakan tumpuan utama dalam menjalankan sistem Informasi kebakaran yang efektif.

  1. Jenis Sistem informasi Kebakaran

a) Sistem Peringatan Dini

b) Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran

c) Sistem Pemantauan Titik Panas

2. Distribusi Informasi Terjadinya Kebakaran

Apabila dari hasil pemantauan titik panas, terdeteksi adanya titik panas serta output dari system peringatan dini (sistim peringkat bahaya kebakaran) yang telah dilakukan ditingkat pusat maupun daerah menunjukan indikasi akan timbulnya kebakaran, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah :

  • Menyebarkan peringatan dini melalui media local (cetak,radio), agar diketahui oleh kelompok target pemakai hutan, politisi, masyarakat dan pengelola lahan yang lain akan terjadinya kemarau panjang yang berpotensi menyebabkan kebakaran;
  • Memantau aktivitas di sekita lahan dan hutan, terutama daerah rawan kebakaran melalui patroli harian;
  • Menyebarluaskan informasi larangan melakukan pembakaran;
  • Persiapan, pelatihan dan penyegaran untuk semua petugas terkait dan masyarakat dalam usaha – usaha pemadaman kebakaran;
  • Rencanakan penanggulangan bersama dengan masyarakat, LSM, dan perusahaan-perusahaan disekitar hutan;
  • Pastikan ketersediaan peralatan pemadaman dan semua peralatan berfungsi dengan baik;
  • Melakukan pengecekan sumber – sumber air untuk rencana pemadaman;
  • Melakukan pertemuan dan komunikasi secara rutin antara masyarakat, perusahaan, LSM dan petugas pemadam kebakaran;
  • Melakukan pemadaman sedini mungkin jika ditemui sumber api meskipun kecil.

( DI SUMATERA SELATAN SUDAH DI KELUARKAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA SELATAN NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PROPINSI SUMATERA SELATAN DIKELUARKAN TANGGAL 3 SEPTEMBER 2007)

Pendekatan Sosial Ekonomi Masyarakat.

Definisi dan pentingnya partisipasi/peran serta masyarakat local dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan

Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional seseorang dalam suatu kelompok yangmendorongnya untuk bersedia memberikan sumbangan bagi tercapainya ujuan kelompok dan turut bertanggung jawab atas usaha usaha yang dialkukan kelompoknya.

Dalam pengertian partisipasi terdapat tiga gagasan pokok yang penting dan harus ada,yaitu:

a) bahwa partisipasi itu sesunguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, dan bukan hanya keterlibatan secara fisik;

b) Kesediaan memberikan sumbangan kepada usaha untuk mencapai tujuan kelompok. Ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kegiatan kelompok;

c) Tanggung jawab merupakan segi yang menonjol dari perasaan mejadi anggota kelompok, Karena semua orang yang terlibat dalam suatu organisasi mengharapkan agar melalui kelompok itu tujuangnya tercapai dengan baik (davis,1962 dalam yanuar,1998).

Dorongan dan rangsangan utnuk berpartisipasi mencakup fakto-faktor kesempatan, kemauan, kemampuan dan bimbingan. Bila melihat hubungan antara dorongan dan rangsangan dengan intensitas partisipasi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, ternyata ada hubungan erat, dimana makin kuat dorongan dan rangsangan untuk berpartisipasi maka semakin tinggi intensitas partisipasinya. Implikasinya adalah apabila penduduk diberi lebih banyak kesempatan, ditingkatkan kemampuannya untuk mendapat lebih banyak pengalaman dan dimotivasi kemauannya untuk berpartisipasi maka intensitas partisipasinya dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan akan meningkat.Kesempatan untuk berpartisipasi hendaknya tidak hanya diberikan pada waktu pelaksanaannya saja tetapi jug dimulai dari saat pengambilan keputusan ,perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, penilaian dan distribusi hasilnya.

Terdapat kaitan erat antara partisipasi masyarakat dengan insentif. Tanpa ada suatu kejelasan insentif maka patisipasi tersebut akan berubah makananya menjadi suatu tindakan paksaan. Dengan kata lain menganjurkan masyarakt local untuk berpartisipasi tanpa insentif sama dengan menjadikan masyarakat sebagai tumbal. Partisipasi tersebut akan memperoleh manfaat bagi kehidupan social ekonomi mereka. Susksesnya kegiatan pencegahan dan penanggulangan (pemadaman) kebakaran hutan dan lahan sangat tergantung kepada keberhasilan membawa serta masyarakat local dalam emosi, perasaan dan semangat untuk mempertahankan kelestarian hutan dan ini memerlukan pendekatan pengelolaan hutan dan lahan yang memahami segi manusiawi. Tiga asumsi pokok yang mendasari pentingnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu:

a) Rasio jumlah petugas yang menguasai wilayah hutan dengan luas wialyah yng harus dikuasainya sangat rendah, sehingga apabila masyarakat local tidak ikut berpartisipasi aktif dalam penjagaan keamanan hutan maka kelestarian hutan akan terancam;

b) Apabila masyarakat local memiliki kesadaran akan berfungsi hutan serta tidak ada factor lain yang memaksanya, maka harapan agar masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif utnuk menjaga keamanan hutan dari bahaya kebakaran maupu jenis kerusakan lainnya akan dapat terlaksana;

c) Masyarakat local adalah salah satu unsure pembentuk sumber api yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Masyarakat mau menyatu dan bisa terangsang, tergerak untuk menjaga hutan dari kerusakan apabila;

  • Ia merasa dirinya berarti dalam proses pengelolaan hutan dan lahan;
  • Terdapat insentif
  • Emosinya tergetar oleh harga diri yang tumbuh akibat penyertaan dirinya dalam pengelolaanhutan dan lahan tersebut;
  • Semangatnya terbangkitkan untuk sesuatu yang ia hayati dan sadari sebagai hal yang pautut diperjuangkan yaitu menjaga hutan dan lahan dari kerusakan.

Masyarakat local bukan sasaran benda mati, ia meiliki rasa, emosi dan semangat,oleh karenanya keseluruhannya jiwa dan raganya perlu dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Pelibatan dirinya sebagai subyek, manusia terhormat, sebagai partisipan aktif yang berharga diri akan mendorong keberhasilan dlam menjaga kawasan hutan dan lahan dari kerusakan.

Upaya peningkatan partisipasi/peran serta masyarakat local dalam pencegahan kebakran hutan dan lahan

Penigkatan partisipasi/peran serta masyarakat local dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu dorongan dan rangsangan , insentif, kesempatan, kemampuan dan bimbingan.

Faktor – Faktor diatas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

a)Pemberian kesempatan pengolahan lahan

b)Pemberian insentif

Kemiskinan merupakan masalah utama yang terjadi di masyarakat sekitar hutan dan lahan gambut. Dalam meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut yang Perlu menjadi pertimbangan besar adalah Peningkatan ekonomi bagi masyarakat lokal. Kontribusi masyarakat lokal terhadap kelestarian lingkungan hidup harus diimbangin dengan pemberian Insentif dalam Peningkatan ekonomi mereka . (contoh Program CCFPI dan WPRP). Insentif dapat diberikan dalam bentuk pengembangan usaha Produktif berupa Pertanian, peternakan dan kerajinan. Diikuti dengan bersama masyarakat dalam penutupan kanal di lahan gambut untuk mencegah kebakaran. Atau pembuatan bibit tanaman lokal oleh masyarakat dan kemudian di tanam di lahan keritis berkas terbakar.

c)Rangsangan dan dorongan

Rangsangan dan dorongan ini dapat dilakukan melalui kegiatan peningkatan kesadaran (public awareness),yaitu:

· Peningkatan kesadaran sejak dini;

· Usaha meningkatkan kesadaran masyarakat akan fungsi hutan dan lahan gambut;

· Usaha mencegah atau mengurangi terjadinya sumber api yang dibuat oleh masyarakat di lahan gambut;

· Memasyarakatkan dan menegakkan hukum dan kebijakan yang berlaku;

· Mengikutsertakan masyarakat dalam berkontribusi terhadap pencegahan kebakaran hutan seperti Kegiatan Bloking Kanal atau penutupan kanal di Lahan Gambut bersama Masyarakat (Contoh. Program CCFPI )

d). Peningkatan kemampuan masyarakat

Peningkatan kemampuan masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan ataupun penyuluhan,diantaranya:

  • Pelatihan tentang penerapan tehnik-tehnik alternative pengganti / mengurangi penggunaan api, misalnya:dalam penyiapan lahan, dalam penangkapan ikan dan lain lain,
  • Pelatihan tentang pengendalian kebakaran, dan pembentukan Regu Kebakaran Hutan tingkat Desa atau menhidupkan Komponen Masyarakat Perduli Api. Dan lain lain..
  • Pelatihan tentang manajemen pengelolaan kelompok Tani dan teknis keorganisasian dll

e). Bimbingan dan Pendampingan.

Kegiatan yang mengikutsertakan masyarakat akan berjalan dengan baik jika ada bimbingan dari pihak terkait. Adapun tugasnya antara lain membentuk kesadaran masyarakat, membantu masyarakat dalam upaya- upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, mengawasi dan memberi pengertian pada masyarakat local.

Bimbingan harus sinergi dengan Pendampingan yang sering dilakukan oleh LSM, Peran LSM atau ORNOP. (detil di persentasi peran Lsm. Wbh.klh )

* di susun dan dirangkum dari bahan bacaaan oleh Deddy permana

0 komentar: