29 Oktober 2008

Pengembangan Pusat Pembibitan Desa dalam upaya Rehabilitasi Hutan dan lahan kritis.


Akhir–akhir ini, bisa dikatakan hampir setiap program yang diinisiasi oleh pemerintah telah mewajibkan adanya keterlibatan masyarakat paling tidak hal tersebut diamanatkan dalam undang – undang dan peraturan pemerintah. Pada awalnya banyak program –program yang melibatkan masyarakat hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga Non Pemerintah termasuk diantaranya Lembaga Swadaya Masyarakat.

Disektor Kehutanan dan Lingkungan hidup peran masyarakat menjadi penting, degradasi lingkungan hidup dan kerusakan hutan Indonesia semakin tak terkendali. Bencana yang akhir-akhir ini sering terjadi tidak kita pungkiri bahwa salah satu penyebabnya adalah kerusakan lingkungan hidup. Daerah resapan air di daerah hulu sungai sudah mulai habis. Disebabkan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab. Bencana yang terjadi menyebabkan korban jiwa dan kerusakan diberbagai tempat, dalam hal ini yang akan merasakan dampaknya secara langsung adalah masyarakat di sekitar kawasan dan lingkungan tersebut.

Sudah banyak usaha –usaha atau program yg di canangkan oleh pemerintah diantaranya Gerakan Penanaman Sejuta pohon, Program rehabilitasi DAS dan kegiatan yang cukup besar pendanaan dan keterlibatan berbagai pihak adalah Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN atau GNRHL). Dalam rancangan Program tersebut keterlibatan berbagai pihak sudah diakomodasi baik LSM, perguruan tinggi, kejaksaan, TNI dan pihak pengusaha termasuk keterlibatan Masyarakat lokal di sekitar hutan dan lahan Keritis. Tapi apa yang terjadi tetap saja banyak permasalahan yang timbul seperti penyimpangan secara teknis pelaksanaan, belum terlihatnya hasil yg signifikan, banyak bibit yag telah ditanam namun tidak terawat dan sia-sia hingga terdapat juga kasus – kasus yang berindikasikan KKN serta beberapa kegiatan fiktif.

Dalam kontek rehabilitasi tidak selalu sederhana dan simpel, Selain pemilihan lokasi yang tepat dan jenis tanaman yang sesuai, kualitas bibit merupakan salah satu faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Sayangnya hal ini jarang sekali diperhatikan oleh pelaksana kegiatan yang seringkali menggunakan pendekatan proyek. Dalam pendekatan ini, yang lebih diutamakan adalah realisasi fisik, bukan pada kualitas dari pada kegiatan. Sehingga tolok keberhasilan yang diutamakan adalah jumlah bibit yang ditanam, bukan berapa jumlah bibit yan hidup. Alhasil, sebagian besar kegiatan rehabilitasi seringkali berujung pada suatu kegagalan.

Di sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi seringkali hanya terbatas sebagai tenaga buruh dalam beberapa rangkaian kegiatan kegiatan rehabilitasi misalnya penyiapan lahan dan penanaman. Jarang sekali mereka dilibatkan pada tahap-tahap lainnya. Padahal, masyarakat dinilai cukup potensial untuk terlibat lebih jauh dalam kegiatan-kegiatan yang lain misalnya penyiapan bibit, penyiapan areal penanaman hingga pemeliharaan. Misalnya pengadaan bibit dari luar, kadang-kadang bibit yg disediakan tidak sesuai dengan kondisi lokasi penanaman. Konsep pengembangan Pusat pembibitan desa merupakan salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut.

Dimasing-masih desa di sekitar hutan dapat melakukan dan membangun sentra dan pusat pembibitan di desa disamping menyediakan bibit jenis tanaman hutan untuk kebutuhan rehabilitasi lahan kritis, dapat juga bibit jenis Budidaya untuk pengembangan ekonomi masyarakat minimal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa itu sendiri.

Namun perlu juga disadari bahwa kapasitas/kemampuan masyarakat di beberapa kegiatan dalam rehabilitasi masih terbatas. Hanya sedikit diantara masyarakat yang memiliki pengalaman dalam menanam atau membibitkan tanaman kehutanan. Dan ini tentu saja dibutuhkan bantuan dari luar desa misalnya mendatangkan tenaga ahli dibidang pembibitan untuk membimbing masyarakat dalam hal pembibitan. Di samping kapasitas individu juga kapasitas kelompok masyarakat perlu juga di kembangkan dalam hal manajemen kelompok masyarkat lokal.( Deddy Permana )

13 Maret 2008

Ternak Ayam bisa beli Motor baru

Anggota kelompok Keluarga Mandiri di dusun Bakung desa Muara Merang

Kondisi awal sebelum bergabung dengan kelompok Keluarga Mandiri dampingan program WPRP, pak Sewinarno merupakan keluarga muda dengan 1 istri dan 3 orang anak yang masih kecil-kecil, istrinya sebagai guru honor di SDN di Bakung dan dia sendiri bekerja sebagai buruh di perusahaan Sawit PT.PWS di sekitar desa Muara Merang. Bekerja di perusahan sawit merupakan imbas ketidak berhasilan keluarga ini bisnis kayu di sungai Merang.

pada awalnya dia ingin ber tapi tidak ada modal untuk memulai, perna dia berinisiatif sendiri untuk membuat peternakan ayam potong dengan modal dari rentenir pinjaman dengan bunga tinggi. Usaha tersebut gagal dan terbelit utang dan trauma untuk berusaha lagi. Walaupun keinginan tersebut tetap ada, dia tetap bertahan bekerja di Buruh sawit walaupun dia masih mempunyai keinginan berubah dan berusaha sendiri.

Dengan adanya Program WPRP dia tertarik untuk bergabung, proses yang dia ikuti mulai dari pen guatan kelompok dan didampingi pendamping lapangan. Hingga dia bersama kelompoknya mengajukan usaha ternak ayam potong. Sebelumnya kelompok keluarga Mandiri dengan unit usaha ternak ayam potong ini juga pernah ikut dalam program CCFPI yang didanai Oleh CIDA. Namun dewi fortuna belum memihak kepada kelompok sehingga usaha yang dilakukan beberapa kali mengalami kegagalan. Tahap awal pada program CCFPI, ayam-ayam ternaknya terkena penyakit dan ini terjadi dalam dua periode.

Berbekal pengalaman yang ada itulah, untuk memanage agar tidak terjadi kematian yang tinggi, Pak Sewi, begitu biasa disapa hanya membeli bibit ayam berskala kecil dengan jumlah ternak ayam potong sekitar 200 ekor . setelah menunggu hingga masa panen tiba selama 40 hari, ayam-ayamanyapun siap untuk dipasarkan. Selanjutnya dari modal yang masih ada, Pak sewi kembali membeli bibit-bibit baru dan terbukti dengan pola yang diterapkannya sedikit sedikit tersebut Pak sewi mampu meraup keuntungan dari hasil penjualan ayam potong peliharaannya. Pada panen ke-3 tepatnya bulan December 2007 Pak sewi telah mampu mengumpulkan kembali modal secara keseluruhan berikut keuntungannya. Dari keuntungan yang didapat, Pak Sewi lalu mencoba mengajukan aplikasi kredit motor pada sebuah perusahaan leasing. Menurut beliau, motor ini nantinya akan dijadikan sebagai alat transportasi dalam memasarkan ayam-ayamnya ke desa desa tetangga terutama dalam komplek perumahan perkebunan PT. Witmas. Selama ini, Pak sewi hanya memasarkan dari rumahnya atau dengan kata lain pembeli yang mendatangi kerumahnya jika ingin membeli ayam. Dan ini tentu sedikit memakan waktu dalam hal penjualan. Karena itu menurut Pak Sewi, jika ada kendaraan yang menunjang seperti motor ini, maka penjualan akan lebih cepat dilakukan dan tentu akan lebih cepat pula produksi. Apalagi kondisi sekarang beliau sudah tidak berkerja sebagai buruh sawit, tentu ternak ayam merupakan sandaran utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Untuk mengisi waktu luangnya, selain berternak ayam, saat ini Pak sewi ikut mengabdikan dirinya sebagai guru honor (tenaga Pengajar) di sekolah dasar Bakung sebagai guru bidang studi Olah raga. Dengan berbekal ijazah SMU nya dan ketrampilan berolahraga, Pak sewi mencoba memebrikan hal terbaik untuk masyarakat Bakung hidup lebih berarti dan bermanfaat, katanya. Selain itu Pak sewi juga telah membuka lahan baru seluas 4 hektar untuk ditanam karet. Hingga January 2008 saat kunjungan Implementator ke lapangan, lahan tersebut sudah ditanami dengan bibit karet seluas 2 hektar, dalam waktu 2 – 3 bulan kedepan lahan sisa 2 hektar akan kembali ditanami sambil menunggu keuntungan dari penjualan ayam berikutnya untuk modal membeli bibit karet. Ketika ditanya mengapa memilih karet ketimbang tanaman lainnya, Pak sewi mengatakan karena saat ini karet sedang naik daun, selain itu harganya juga mahal. Saat ini di bayung Lincir sendiri harga perkilogram getah karet yang sudah dibekukan mencapai Rp. 9.500 – 10.000. bayangkan jika dari lahan 4 hektar tersebut nanti menghasilkan minimal 2 kwintal perhari. Berapa yang akan diperoleh dari hasil kebun karetnya nanti, papar beliau dengan penuh optimis.

Kedepannya, Pak sewi berencana akan megembangkan usaha ternak ayam potongnya dengan usaha ternak ayam petelur. Ayam petelur lebih kuat menahan penyakit dan tidak terlalu sulit dalam hal perawatannya, selain itu harga daging ayam petelur bisa dijual lebih murah dibanding daging ayam potong. Namun ayam potong tetap akan dikembangkan karena tidak semua orang suka daging ayam petelur. Apalagi sekarang di Bakung telah ada beberapa keluarga, yang juga tergabung dalam kelompok WPRP juga mengembangkan usaha ternak ayam potong, karena itu Pak sewi berharap, usaha yang dijalankannya ini akan tepat bertahan dan tidak mengalami kegagalan seperti pengalaman yang lalu.